Senin, 29 April 2013

Psikologi Belajar



A.    ARTI PENTING BELAJAR
Belajar adalah key tern, ‘istilah kunci’ yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan.
1.      Arti Penting Belajar bagi Perkembangan Manusia
Perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Disebabkan oleh kemampuan berubah karena belajarlah, maka manusia dapat berkembang lebih jauh dari pada makhluk-makhluk lainnya, sehingga ia terbebas dari kemandegan fungsinya sebagai khalifahTuhan di muka bumi. Boleh jadi, karena kemampuan berkembang melalui belajar itu pula manusia secara bebas dapat mengeksplorasi, memilih, dan menetapkan keputusan – keputusan penting untuk kehidupannya.
2.      Arti Penting Belajar bagi Kehidupan Manusia
Belajar juga memainkan peran penting dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) di tengah – tengah persaingan yang semakin ketat diantara bangsa-bangsa lainnya yang lebih maju karena belajar. Akibat persaingan tersebut, ternyata tragis bisa pula terjadi karena belajar. Contoh, tidak sedikit orang pintar yang menggunakan kepintarannya untuk membuat orang lain terpuruk atau bahkan menghancurkan kehidupan orang tersebut.
B.     DEFINISI DAN CONTOH BELAJAR
1.      Defini Belajar
Secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
2.      Contoh Belajar
Seorang anak balita (berusia di bawah lima tahun) memperoleh mobil-mobilan dari ayahnya. Lalu ia mencoba mainan ini dengan cara memutar kuncinya dan meletakkannya pada suatu permukaan atau daratan. Perilaku “memutar” dan “meletakkan” tersebut merupakan respon atau reaksi atas rangsangan yang timbul/ada pada mainan itu (misalnya, kunci dan roda mobil-mobilan tersebut).
Pada tahap permulaan, respons anak terhadap stimulus yang ada pada mainan tadi biasanya tidak tepat atau setidak-tidaknya tidak teratur. Namun, berkat latihan dan pengalaman berulang-ulang, lambat laun ia menguasai dan akhirnya dapat memainkan mobil-mobilan dengan baik dan sempurna. Sehubungan dengan contoh ini, belajar dapat kita pahami sebagai proses yang dengan proses itu sebuah tingkah laku ditimbulkan atau diperbaiki melalui serentetan reaksi atau situasi atau rangsangan yang ada.
C.    BELAJAR, MEMORI, DAN PENGETAHUAN
1.      Perspektif Psikologi
a.       Pusat Memori dan Pengetahuan
Amat sulit diragukan bahwa dalam otak itulah sistem memori atau sistem akal manusia tersimpan. Selanjutnya, dengan sistem akal yang dimilikinya, manusia dapat belajar dengan cara menyerap, mengolah, menyimpan, dan mereproduksi pengetahuan dan keterampilan untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupannya di muka bumi ini.
b.      Ragam Memori dan Pengetahuan
Ditinjau dari sudut jenis informasi dan pengetahuan yang disimpan, memori manusia itu terdiri atas dua macam yakni :
1)      Semantic memory (memori semantik), yaitu memori khusus yang menyimpan arti-arti atau pengertian-pengertian.
2)      Episodic memory (memori episodik), yaitu memory khusus yang menyimpan informasi tentang peristiwa-peristiwa.
c.       Memori dan IQ (Intelligence Quotient)
Tak dapat diragukan lagi, bahwa antara memori dan IQ atau tingkat kecerdasan seseorang terdapat hubungan yang sangat erat dan tak mungkin dipisahkan. Oleh karenanya, sebagian orang menganggap bahwa IQ itu adalah memori itu sendiri atau sebaliknya, nenori adalah IQ. Anggapan ini tidak sepenuhnya benar, tetapi tidak bisa dipandang keliru sama sekali karena tinggi rendahnya IQ itu memang berhubungan dengan kuat atau lemahnya memori seseorang.

2.      Perspektif Agama
a.       Arti Penting Memori dan Pengetahuan
Dalam hal ini, sistem memori yang terdiri atas memori jangka panjang berperan sangat aktif dan menentukan berhasil atau gagalnya seseorang dalam meraih pengetahuan dan keterampilan. Betapa pentingnya fungsi memori dalam kaitannya dengan pengetahuan.
b.      Alat Fisio-Psikis untuk Belajar
Adapun ragam alat fisio—psikis itu, seperti yang terungkap dalam beberapa firman Tuhan, adalah sebagai berikut :
1.      Indera penglihat (mata), yakni alat fisik yang berguna untuk menerima informasi visual;
2.      Indera pendengar (telinga), yakni alat fisik yang berguna untuk menerima informasi verbal atau stimulus suara dan bunyi-bunyian;
3.      Akal, yakni potensi kejiwaan manusia berupa sistem psikis yang kompleks untuk menyerap, mengolah, menyimpan, dan memproduksi kembali item-item informasi dan pengetahuan (ranah kognitif).
Alat-alat yang bersifat fisio-psikis itu dalam hubungannya dengan kegiatan belajar merupakan subsistem-subsistem yang satu sama lain berhubungan secara fungsional.
D.    TEORI-TEORI POKOK BELAJAR
Diantara sekian banyak teori yang berdasarkan hasil eksperimen terdapat tiga macam yang sangat menonjol, yakni: Connectionism, Classical Conditioning, dan Operant Conditioning. Teori-teori tersebut merupakan ilham yang mendorong para ahli melakukan eksperimen-eksperimen lainnya untuk mengembangkan teori-teori baru yang berkaitan dengan belajar seperti Contiguous Conditioning (Guthrie), Ssign Learning (Tolman), Gestalt Theory, dan lain sebagainya.
1.      Connectionism (Koneksionisme)
Teori koneksionisme (connectionism) adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874-1949) berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an. Eksperimen Thorndike ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar.
Berdasarkan eksperimen yang dilakukan, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan respons. Itulah sebabnya, teori koneksionisme juga disebut “S-R Bond Theory” dan “S-R Psychology of Learning” selain itu, teori ini juga terkenal dengan sebutan “Trial and Error Learning”.
2.      Classical Conditioning (Pembiasaan Klasik)
Teori pembiasaan klasik (classical conditioning) ini berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov (1849-1973), seorang ilmuwan besar Rusia yang berhasil menggondol hadiah Nobel pada tahun 1909. Pada dasarnya classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut (Terrace, 1973).
Berdasarkan eksperimen yang di lakukan Ivan Pavlov, semakin jelaslah bahwa belajar adalah perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dan respons. Jadi, pada prinsipnya hasil eksperimen E.L. Thorndike di muka kurang lebih sama dengan hasil eksperimen Pavlov yang memang dianggap sebagai pendahulu dan anutan Thorndike yang behavioristik itu. Kesimpulan yang dapat kita tarik dari hasil eksperimen Pavlov ialah apabila stimulus yang diadakan (CS) selalu disertai dengan stimulus penguat (UCS), stimulus tadi (CS) cepat atau lambat akhirnya akan menimbulkan respons atau perubahan yang kita kehendaki yang dalam hal ini CR.
3.      Operant Conditioning (Pembiasaan Perilaku Respons)
Teori pembiasaan perilaku respons (operant conditioning) ini merupakan teori belajar yang berusia paling muda dan masih sangat berpengaruh di kalangan ahli psikologi belajar masa kini. Penciptanya bernama Burrhus Frederic Skinner (lahir tahun 1904), seorang penganut behaviorisme yang dianggap kontroversial.
Operant adalah sejumlah perilaku atau respons yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan yang dekat (Reber,1988). Tidak seperti dalam respondent conditioning (yang responnya didatangkan oleh stimulus tertentu), respon dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri sesungguhnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbilnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical respondent conditioning.
4.      Contiguous Conditioning (Pembiasaan Asosiasi Dekat)
Teori belajar pembiasaan asosiasi dekat ( contiguous conditioning) adalah sebuah teori belajar yang mengasumsikan terjadinya peristiwa belajar berdasarkan kedekatan hubungan antara stimulus dengan respons yang relevan. Contiguous Conditioning sering disebut sebagai teori belajar istimewa dalam arti paling sederhana dan efisien, karena di dalamnya hanya terdapat satu prinsip, yaitu kontiguitas (contiguity) yang berarti kedekatan asosiasi antar stimulus-respons.
Munculnya teori ini, apa yang sesungguhnya dipelajari orang, misalnya seorang siswa, adalah reaksi atau respons terakhir yang muncul atas sebuah rangsangan atau stimulus. Artinya, setiap peristiwa belajar hanya mungkin terjadi sekali saja untuk selamanya atau sama sekali tak terjadi (reber, 1989: 153).
5.      Cognitive Theory ( Teori Kognitif)
Teori psikologi kognitif adalah bagian terpenting dari sains kognitif yang telah memberi kontribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi belajar. Sains kognitif merupakan himpunan disiplin yang terdiri atas: psikologi kognitif, ilmu-ilmu komputer, linguistis, intelegensi buatan, matematika, epistemologi, dan neuropsychology (psikologi syaraf)
Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal, mental manusia. Dalam pandangan para ahli kognitif, tingkah laku manusia yang tampak tak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental, yakni: motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan sebagainya.
6.      Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial)
Teory belajar sosial yang juga masyhur dengan sebutan teori observational learning, ‘belajar observasional / dengan pengamatan’ itu (Pressly &McCormick, 1995: 216) adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Tokoh utama teori ini adalah Albert Bandura, seorang psikolog pada Universitas Stanford Amerika Serikat, yang oleh banyak ahli dianggap sebagai seorang behavioris masa kini yang moderat.
Prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura termasuk belajar sosial dan moral. Menurut Barlow (1985), sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Dalam hal ini, seorang siswa belajar mengubah perilakunya sendiri melalui penyaksian cara orang atau sekelompok orang mereaksi atau merespons sebuah stimulus tertentu. Siswa ini juga dapat mempelajari respons-respons baru dengan cara pengamatan terhadap perilaku contoh dari orang lain, misalnya guru atau orang tuanya.
Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan moral siswa ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespons) dan imitation (peniruan).
E.     PROSES DAN TAHAPAN BELAJAR
1.      Definisi Proses Belajar
Proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor yang terjadi dalam diri siswa. Perubahan tersebut bersifat dalam arti berorientasi kearah yang lebih maju dari pada keadaan sebelumnya.
2.      Tahap-tahap dalam Proses Belajar
a.       Menurut Jerome S. Bruner
Menurut Bruner, salah seorang penentang teori S-R Bond yang terbilang vokal (Barlow, 1985), dalam proses belajar siswa menempuh tiga episode/ tahap, yaitu :
1)      Tahap informasi (tahap penerimaan materi);
2)      Tahap transformasi (tahap pengubahan materi);
3)      Tahap evaluasi (tahap penilaian materi).
Dalam tahap informasi, seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari.
Dalam tahap transformasi, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah, atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak pada gilirannya dapat dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas.
Dalam tahap evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau memecahkan masalah yang dihadapi.
b.      Menurut Arno F. Wittig
Menurut Wittig (1981) dalam bukunya Pstchology of Learning, setiap proses belajar selalu berlangsung dalam tiga tahapan yaitu:
1)      Acquisition (tahap perolehan/penerimaan informasi);
2)      Storage (tahap penyimpanan informasi);
3)      Retrieval (tahap mendapatkan kembali informasi).
Pada tingkatan acquisition seorang siswa mulai menerima informasi sebagai stimulus dan melakukan respons terhadapnya, sehingga menimbulkan pemahaman dan perlaku baru.
Pada tingkatan storage seorang siswa secara otomatis akan mengalami proses penyimpanan pemahaman dan perilaku baru yang ia peroleh ketika menjalani proses acquisition.
Pada tingkatan retrieval seorang siswa akan mengaktifkan kembali fungsi-fungsi sistem memorinya, misalnya ketika ia menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah.
c.       Menurut Albert Bandura
Menurut Bandura (1977), setiap proses belajar (yang dalam hal ini terutama belajar sosial dengan menggunakan model) terjadi dalam urutan tahapan peristiwa yang meliputi :
1)      Tahap perhatian (attentional phase);
2)      Tahap penyimpanan dalam ingatan (retention phase);
3)      Tahap reproduksi (reproduction phase);
4)      Tahap motivasi (motivation phase)
Dalam bukunya Social Learning Theory, Albert Bandura sebagaimana yang dikutip oleh Pressly & McCormic (1995: 217-218) menguraikan tahapan-tahapan tersebut kurang lebih seperti yang dipaparkan di bawah ini.
Tahap Perhatian. Pada tahap ini para siswa/para peserta didik pada umumnya memusatkan perhatian pada obyek materi atau perilaku model yang lebih menarik terutama karena keunikannya dibanding dengan materi atau perilaku lain yang sebelumnya telah mereka ketahui.
Tahap Penyimpanan dalam Ingatan. Pada tahap berikutnya, informasi berupa materi dan contoh perilaku model itu ditangkap, diproses dan disimpan dalam memori.
Tahap Reproduksi. Pada tahap reproduksi, segala bayangan/citra mental (imagery) atau kode-kode simbolis yang berisi informasi pengetahuan dan perilaku yang telah tersimpan dalam memori para peserta didik itu diproduksi kembali.
Tahap Motivasi. Tahap terakhir dalam proses terjadinya peristiwa atau perilaku belajar adalah tahap penerimaan dorongan yang dapat berfungsi sebagai reinforcement, ‘penguatan’ bersemayamnya segala informasi dalam memori para peserta didik.

8 komentar: