A.
ARTI
PENTING BELAJAR
Belajar adalah key tern, ‘istilah kunci’
yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar
sesungguhnya tak pernah ada pendidikan.
1. Arti
Penting Belajar bagi Perkembangan Manusia
Perubahan dan kemampuan untuk berubah
merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Disebabkan oleh
kemampuan berubah karena belajarlah, maka manusia dapat berkembang lebih jauh
dari pada makhluk-makhluk lainnya, sehingga ia terbebas dari kemandegan fungsinya
sebagai khalifahTuhan di muka bumi. Boleh jadi, karena kemampuan berkembang
melalui belajar itu pula manusia secara bebas dapat mengeksplorasi, memilih,
dan menetapkan keputusan – keputusan penting untuk kehidupannya.
2. Arti
Penting Belajar bagi Kehidupan Manusia
Belajar juga memainkan peran penting
dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) di tengah –
tengah persaingan yang semakin ketat diantara bangsa-bangsa lainnya yang lebih
maju karena belajar. Akibat persaingan tersebut, ternyata tragis bisa pula
terjadi karena belajar. Contoh, tidak sedikit orang pintar yang menggunakan
kepintarannya untuk membuat orang lain terpuruk atau bahkan menghancurkan
kehidupan orang tersebut.
B.
DEFINISI
DAN CONTOH BELAJAR
1. Defini
Belajar
Secara umum belajar dapat dipahami
sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap
sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses
kognitif.
2. Contoh
Belajar
Seorang anak balita (berusia di bawah
lima tahun) memperoleh mobil-mobilan dari ayahnya. Lalu ia mencoba mainan ini
dengan cara memutar kuncinya dan meletakkannya pada suatu permukaan atau
daratan. Perilaku “memutar” dan “meletakkan” tersebut merupakan respon atau
reaksi atas rangsangan yang timbul/ada pada mainan itu (misalnya, kunci dan
roda mobil-mobilan tersebut).
Pada tahap permulaan, respons anak
terhadap stimulus yang ada pada mainan tadi biasanya tidak tepat atau
setidak-tidaknya tidak teratur. Namun, berkat latihan dan pengalaman
berulang-ulang, lambat laun ia menguasai dan akhirnya dapat memainkan
mobil-mobilan dengan baik dan sempurna. Sehubungan dengan contoh ini, belajar
dapat kita pahami sebagai proses yang dengan proses itu sebuah tingkah laku ditimbulkan
atau diperbaiki melalui serentetan reaksi atau situasi atau rangsangan yang
ada.
C.
BELAJAR,
MEMORI, DAN PENGETAHUAN
1. Perspektif
Psikologi
a. Pusat
Memori dan Pengetahuan
Amat sulit diragukan bahwa dalam otak
itulah sistem memori atau sistem akal manusia tersimpan. Selanjutnya, dengan
sistem akal yang dimilikinya, manusia dapat belajar dengan cara menyerap,
mengolah, menyimpan, dan mereproduksi pengetahuan dan keterampilan untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupannya di muka bumi ini.
b. Ragam
Memori dan Pengetahuan
Ditinjau
dari sudut jenis informasi dan pengetahuan yang disimpan, memori manusia itu
terdiri atas dua macam yakni :
1) Semantic
memory (memori semantik), yaitu memori khusus yang menyimpan arti-arti atau
pengertian-pengertian.
2) Episodic
memory (memori episodik), yaitu memory khusus yang menyimpan informasi tentang
peristiwa-peristiwa.
c. Memori
dan IQ (Intelligence Quotient)
Tak dapat diragukan lagi, bahwa antara memori
dan IQ atau tingkat kecerdasan seseorang terdapat hubungan yang sangat erat dan
tak mungkin dipisahkan. Oleh karenanya, sebagian orang menganggap bahwa IQ itu
adalah memori itu sendiri atau sebaliknya, nenori adalah IQ. Anggapan ini tidak
sepenuhnya benar, tetapi tidak bisa dipandang keliru sama sekali karena tinggi
rendahnya IQ itu memang berhubungan dengan kuat atau lemahnya memori seseorang.
2. Perspektif
Agama
a. Arti
Penting Memori dan Pengetahuan
Dalam hal ini, sistem memori yang
terdiri atas memori jangka panjang berperan sangat aktif dan menentukan
berhasil atau gagalnya seseorang dalam meraih pengetahuan dan keterampilan.
Betapa pentingnya fungsi memori dalam kaitannya dengan pengetahuan.
b. Alat
Fisio-Psikis untuk Belajar
Adapun ragam alat fisio—psikis itu,
seperti yang terungkap dalam beberapa firman Tuhan, adalah sebagai berikut :
1. Indera
penglihat (mata), yakni alat fisik yang berguna untuk menerima informasi
visual;
2. Indera
pendengar (telinga), yakni alat fisik yang berguna untuk menerima informasi
verbal atau stimulus suara dan bunyi-bunyian;
3. Akal,
yakni potensi kejiwaan manusia berupa sistem psikis yang kompleks untuk
menyerap, mengolah, menyimpan, dan memproduksi kembali item-item informasi dan
pengetahuan (ranah kognitif).
Alat-alat yang bersifat fisio-psikis itu
dalam hubungannya dengan kegiatan belajar merupakan subsistem-subsistem yang
satu sama lain berhubungan secara fungsional.
D.
TEORI-TEORI
POKOK BELAJAR
Diantara sekian banyak teori yang berdasarkan
hasil eksperimen terdapat tiga macam yang sangat menonjol, yakni: Connectionism, Classical Conditioning, dan
Operant Conditioning. Teori-teori tersebut merupakan ilham yang mendorong
para ahli melakukan eksperimen-eksperimen lainnya untuk mengembangkan
teori-teori baru yang berkaitan dengan belajar seperti Contiguous Conditioning
(Guthrie), Ssign Learning (Tolman), Gestalt Theory, dan lain sebagainya.
1. Connectionism
(Koneksionisme)
Teori koneksionisme (connectionism)
adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike
(1874-1949) berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an.
Eksperimen Thorndike ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk
mengetahui fenomena belajar.
Berdasarkan eksperimen yang dilakukan,
Thorndike berkesimpulan bahwa belajar adalah hubungan antara stimulus dan
respons. Itulah sebabnya, teori koneksionisme juga disebut “S-R Bond Theory” dan “S-R
Psychology of Learning” selain itu, teori ini juga terkenal dengan sebutan “Trial and Error Learning”.
2. Classical
Conditioning (Pembiasaan Klasik)
Teori pembiasaan klasik (classical
conditioning) ini berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh
Ivan Pavlov (1849-1973), seorang ilmuwan besar Rusia yang berhasil menggondol
hadiah Nobel pada tahun 1909. Pada dasarnya classical
conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara
mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut (Terrace, 1973).
Berdasarkan eksperimen yang di lakukan
Ivan Pavlov, semakin jelaslah bahwa belajar adalah perubahan yang ditandai
dengan adanya hubungan antara stimulus dan respons. Jadi, pada prinsipnya hasil
eksperimen E.L. Thorndike di muka kurang lebih sama dengan hasil eksperimen
Pavlov yang memang dianggap sebagai pendahulu dan anutan Thorndike yang
behavioristik itu. Kesimpulan yang dapat kita tarik dari hasil eksperimen
Pavlov ialah apabila stimulus yang diadakan (CS) selalu disertai dengan
stimulus penguat (UCS), stimulus tadi (CS) cepat atau lambat akhirnya akan
menimbulkan respons atau perubahan yang kita kehendaki yang dalam hal ini CR.
3. Operant
Conditioning (Pembiasaan Perilaku Respons)
Teori pembiasaan perilaku respons
(operant conditioning) ini merupakan teori belajar yang berusia paling muda dan
masih sangat berpengaruh di kalangan ahli psikologi belajar masa kini.
Penciptanya bernama Burrhus Frederic Skinner (lahir tahun 1904), seorang
penganut behaviorisme yang dianggap kontroversial.
Operant adalah sejumlah perilaku atau
respons yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan yang dekat
(Reber,1988). Tidak seperti dalam respondent
conditioning (yang responnya didatangkan oleh stimulus tertentu), respon
dalam operant conditioning terjadi
tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri sesungguhnya adalah stimulus yang
meningkatkan kemungkinan timbilnya sejumlah respons tertentu, namun tidak
sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical respondent conditioning.
4. Contiguous
Conditioning (Pembiasaan Asosiasi Dekat)
Teori belajar pembiasaan asosiasi dekat
( contiguous conditioning) adalah sebuah teori belajar yang mengasumsikan
terjadinya peristiwa belajar berdasarkan kedekatan
hubungan antara stimulus dengan respons yang relevan. Contiguous Conditioning sering disebut sebagai teori belajar
istimewa dalam arti paling sederhana dan efisien, karena di dalamnya hanya
terdapat satu prinsip, yaitu kontiguitas (contiguity) yang berarti kedekatan
asosiasi antar stimulus-respons.
Munculnya teori ini, apa yang sesungguhnya
dipelajari orang, misalnya seorang siswa, adalah reaksi atau respons terakhir
yang muncul atas sebuah rangsangan atau stimulus. Artinya, setiap peristiwa
belajar hanya mungkin terjadi sekali saja untuk selamanya atau sama sekali tak
terjadi (reber, 1989: 153).
5. Cognitive
Theory ( Teori Kognitif)
Teori psikologi kognitif adalah bagian
terpenting dari sains kognitif yang telah memberi kontribusi yang sangat
berarti dalam perkembangan psikologi belajar. Sains kognitif merupakan himpunan
disiplin yang terdiri atas: psikologi kognitif, ilmu-ilmu komputer, linguistis,
intelegensi buatan, matematika, epistemologi, dan neuropsychology (psikologi syaraf)
Pendekatan psikologi kognitif lebih
menekankan arti penting proses internal, mental manusia. Dalam pandangan para
ahli kognitif, tingkah laku manusia yang tampak tak dapat diukur dan
diterangkan tanpa melibatkan proses mental, yakni: motivasi, kesengajaan,
keyakinan, dan sebagainya.
6. Social
Learning Theory (Teori Belajar Sosial)
Teory belajar sosial yang juga masyhur
dengan sebutan teori observational
learning, ‘belajar observasional / dengan pengamatan’ itu (Pressly
&McCormick, 1995: 216) adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru
dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Tokoh utama teori ini adalah
Albert Bandura, seorang psikolog pada Universitas Stanford Amerika Serikat,
yang oleh banyak ahli dianggap sebagai seorang behavioris masa kini yang
moderat.
Prinsip dasar belajar hasil temuan
Bandura termasuk belajar sosial dan moral. Menurut Barlow (1985), sebagian
besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan
penyajian contoh perilaku (modeling). Dalam hal ini, seorang siswa belajar
mengubah perilakunya sendiri melalui penyaksian cara orang atau sekelompok
orang mereaksi atau merespons sebuah stimulus tertentu. Siswa ini juga dapat
mempelajari respons-respons baru dengan cara pengamatan terhadap perilaku
contoh dari orang lain, misalnya guru atau orang tuanya.
Pendekatan teori belajar sosial terhadap
proses perkembangan sosial dan moral siswa ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespons) dan imitation (peniruan).
E.
PROSES
DAN TAHAPAN BELAJAR
1. Definisi
Proses Belajar
Proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan
perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor yang terjadi dalam diri
siswa. Perubahan tersebut bersifat dalam arti berorientasi kearah yang lebih
maju dari pada keadaan sebelumnya.
2. Tahap-tahap
dalam Proses Belajar
a. Menurut
Jerome S. Bruner
Menurut Bruner, salah seorang penentang teori S-R Bond
yang terbilang vokal (Barlow, 1985), dalam proses belajar siswa menempuh tiga
episode/ tahap, yaitu :
1) Tahap
informasi (tahap penerimaan materi);
2) Tahap transformasi (tahap pengubahan materi);
3) Tahap
evaluasi (tahap penilaian materi).
Dalam tahap informasi,
seorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai
materi yang sedang dipelajari.
Dalam tahap transformasi,
informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah, atau ditransformasikan
menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak pada gilirannya dapat
dimanfaatkan bagi hal-hal yang lebih luas.
Dalam tahap evaluasi,
seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana informasi yang telah
ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau memecahkan
masalah yang dihadapi.
b. Menurut
Arno F. Wittig
Menurut Wittig (1981) dalam bukunya Pstchology of Learning, setiap proses
belajar selalu berlangsung dalam tiga tahapan yaitu:
1) Acquisition
(tahap perolehan/penerimaan informasi);
2) Storage
(tahap penyimpanan informasi);
3) Retrieval
(tahap mendapatkan kembali informasi).
Pada tingkatan acquisition
seorang siswa mulai menerima informasi sebagai stimulus dan melakukan respons
terhadapnya, sehingga menimbulkan pemahaman dan perlaku baru.
Pada tingkatan storage
seorang siswa secara otomatis akan mengalami proses penyimpanan pemahaman dan
perilaku baru yang ia peroleh ketika menjalani proses acquisition.
Pada tingkatan retrieval
seorang siswa akan mengaktifkan kembali fungsi-fungsi sistem memorinya,
misalnya ketika ia menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah.
c. Menurut
Albert Bandura
Menurut Bandura (1977), setiap proses belajar (yang
dalam hal ini terutama belajar sosial dengan menggunakan model) terjadi dalam
urutan tahapan peristiwa yang meliputi :
1) Tahap
perhatian (attentional phase);
2) Tahap
penyimpanan dalam ingatan (retention
phase);
3) Tahap
reproduksi (reproduction phase);
4) Tahap
motivasi (motivation phase)
Dalam bukunya Social Learning Theory, Albert Bandura
sebagaimana yang dikutip oleh Pressly & McCormic (1995: 217-218)
menguraikan tahapan-tahapan tersebut kurang lebih seperti yang dipaparkan di
bawah ini.
Tahap Perhatian.
Pada tahap ini para siswa/para peserta didik pada umumnya memusatkan perhatian
pada obyek materi atau perilaku model yang lebih menarik terutama karena
keunikannya dibanding dengan materi atau perilaku lain yang sebelumnya telah
mereka ketahui.
Tahap
Penyimpanan dalam Ingatan. Pada tahap berikutnya, informasi
berupa materi dan contoh perilaku model itu ditangkap, diproses dan disimpan dalam
memori.
Tahap Reproduksi.
Pada tahap reproduksi, segala bayangan/citra mental (imagery) atau kode-kode
simbolis yang berisi informasi pengetahuan dan perilaku yang telah tersimpan
dalam memori para peserta didik itu diproduksi kembali.
Tahap Motivasi.
Tahap terakhir dalam proses terjadinya peristiwa atau perilaku belajar adalah
tahap penerimaan dorongan yang dapat berfungsi sebagai reinforcement,
‘penguatan’ bersemayamnya segala informasi dalam memori para peserta didik.
O., gtu y., baru tau nie...
BalasHapushe'em q jg...
BalasHapusbelajar tak harus dengan buku dan catatan, tapi lebih bermanfaat jika bisa diaplikasikan secara nyata
BalasHapusbetuuul itu .. :)
BalasHapusmasih harus banyak belajar....;
BalasHapusaq lg belajar......
BalasHapusgoooooooooooooooooood gooooood
BalasHapusbagusssssssss
BalasHapus